Senin, 23 November 2015

Puisi Lama



Puisi Lama
       
         1.  Pantun Talibun

Satu dua dan tiga
Anak kecil berlari pelan
Berlari pelan di pnggir jalan
          Jika kita ingin bahagia
          Carilah ilmu yang menguntungkan
          Agar tercapai kesuksesan

         2.  Pantun Karmina

Ke pasar membeli ijuk
Gadis manis jangan merajuk

         3.  Pantun Gurindam

Carilah ilmu sampai dapat
Agar maslahat dunia akhirat

         4.  Pantun Berkait

Pagi-pagi bermain gundu
Pulang-pulang menjadi rugi
Hati gelisah bercampur rindu
Mengingat kekasih yang telah pergi
Pulang-pulang menjadi rugi
Karena tak ikut pergi ke taman
Mengingat kekasih yang telah pergi
                        Meninggalkan sejuta kenangan

Minggu, 01 November 2015

Cerpen Tentang Kewirausahaan



ANAK RANTAU
                                                                 Sinta Meida Cahyani         

            Masih ingat dalam benakku saat ibu berbicara dihadapanku “ Jangan mudah putus asa, neng. Banyak kesempatan yang akan membawamu kedalam kesuksesan. Ingat terus pesan ibu, jaga diri baik-baik, jangan lupa kewajibanmu sebagai muslim. Do’a ema selalu menyertaimu.”
            Kepergianku diiringi tangis dan do’a tulus dari ibu tercinta. Berat rasanya meninggalkan ema sendirian di kampung dengan keadaan ekonomi keluargaku yang sedang sulit begini. Tapi, aku harus tetap pergi demi merubah garis tangan hidupku.
Saat pertama kali ku pijakan kakiku di Ibukota, sudah kurasa hiruk pikukdan perbedaan yang sangat erlihat, mulai dari bahasa, buadya dan sosialnya yang sangat jauh dengan kampungku. Dengan hanya membawa ijazah SMA, dan modal nekad aku berharap bisa mendapat pekerjaan yang layak.
             Awalnya, aku tinggal menumpang di rumah saudaraku yang sudah lebih dulu merantau . kehidupannya tidak bernasib mujur, saudaraku tinggal diatas sepetak rumah kontrakan disekitar wilayah kampung Rambutan.
            Singkat cerita, setelah sekian lama aku berputar-putar mencari pekerjaan, akhirnya aku mendapat pekerjaan menjadi seorang pelayan di sebuah toko klontongan. Tiga bulan  masa percobaan berjalan dengan baik. Setiap bulannya aku selalu memberi kabar kepada ibuku bahwa aku disini baik-baik saja. Dibulan-bulan berikutnya aku mendaptkan gaji, uangnya sebagian aku berikan kepada saudaraku sebagai tanda terimakasih karena dengan mereka aku bisa mendapatkan tempat untuk hidup disini, dan sebagian lagi ku kumpulkan untuk memenuhi kebutuhanku  selama bekerja.
            “ Kamu hebat! Kamu bisa bertahan dan sabar dalam bekerja.” Kata Rosa rekan kerjaku di toko
            “ Aku bisa seperti ini karena semangat dan tekadku untuk dapat merubah kehidupan keluargaku di kampung, Ca.” Jawabku
            Aku yang sedang membereskan barang-barang dagangan bersama Rosa dikejutkan oleh datangnya atasanku dan memanggiku untuk datang ke ruang kerjanya. Sesampanya didepan pintu ruang kerja, aku merasa sangat gugup dan takut dimarahi karena mungkin kerjaku yang tidak baik. Tok tok tok pintu aku ketuk,
            “ Silahkan masuk!”
            “ Maaf pak, apakah tadi bapak memanggil saya? “
            “ Iya, ada hal yang ingin saya bicarakan kepada kamu.”
            “ Kalau boleh saya tahu, tentang hal apa? Apakah saya telah membuat kesalahan, pak?”
            “ Tidak. Setelah dua tahun kamu kerja disini, saya melihat cara kerja kamu yang baik, rapi, dan kerja keras kamu. Baiklah sebab kamu saya panggil kesini karena saya ingin mengangkat kamu sebagai pengurus di toko saya yang ada di Daerah Kemayoran. Apakah kamu bersedia?”
            Setengah tidak percaya, aku bagai mendapat durian runtuh. Aku tidak cepat mengatakan iya. Aku memikirkan, menimbang pikiranku tentang resiko resiko yang nantinya akan berada dihadapanku. Tapi, kesempatan tidak akan datang dua kali, akhirnya aku menyatakan setuju dan bersedia menerima tawaran atasanku.
***

            “ Ma, alhamdulillah berkat do’a dari ema saat ini aku sudah diberi kepercayaan untuk menjadi seorang pengurus di toko cabang  tempat aku bekerja. Bersama surat ini, neng selipkan uang hasil kerja neng selama bekerja disini, semoga ema bisa menerimanya. Jaga terus kesehatan ema ya, neng pasti cepat pulang.” Aku menulis surat itu dengan bahagia.  
            Setelah satu tahun aku bekerja dan  saat aku sudah mulai menikmati enaknya menjadi seorang pengurus toko. Aku mendapat kabar dari tetanggaku di kampung, bahwa ema sedang sakit, aku sangat kaget dan langsung meminta izin pulang kampung kepada atasanku. Setelah mendapat izin, aku bergegas pulang ke kontrakanku dan membereskan pakaianku. Lalu aku pergi ke terminal dan membeli tiket.
            Selama diperjalanan aku sangat merasa cemas dan tidak karuan. Setelah beberapa lama aku sampai juga di depan rumah. Segera aku mengucapkan salam dan masuk ke kamar ema. Ia terlihat sangat bahagia melihat aku dan memelukku dengan erat. Aku tidak bisa menahan tangis haru dan kerinduan kepada ema.
***

            Setiap hari aku merawat dan menjaga ema dengan penuh kasih sayang. Aku berpikir untuk tidak kembali lagi ke Jakarta dan aku menyampaikan niatku itu kepada atasanku disana, ia mengerti dan menerima pernyataanku. Aku pun membuka warung kecil-kecilan di depan halaman rumahku untuk dapat menyambung hidup disini.  Pada awalnya, warungku sepi pembeli dan aku sempat berputus asa. Tapi, ema terus menyemangatiku dan mengajarkanku tentang arti-arti kesabaran.  Aku mencoba menambah jenis barang dan makanan, lalu aku tawarkan dan mulai mengenalkan tentang warungku kepada warga sekitar rumah. Lama kelamaan para pembeli berdatangan, mulai banyak orang yang menjadi pelanggan. Sedikit demi sedikit aku membuat warungku menjadi sebuah toko yang lumayan besar.
            Ku sadari hasil ini dapat aku raih berkat usaha, kegigihan dan kerja kerasku serta do’a-do’a dari ema yang tiada hentinya bagai air yang terus mengalir.